Jumat, 09 Januari 2015

BERBAGAI PENDEKATAN KONTEKS STUDI ISLAM

BERBAGAI PENDEKATAN KONTEKS
DALAM STUDI ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu :  Rikza Chamami, M.Si
Disusun oleh :

                                    Sri Wijayanti                           (133911020)
                                    Muhammad Qomarudin      (133911021)
                                    Lisa Dzawil Hasanah              (133911023)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


I.                   PENDAHULUAN
Dewasa ini, untuk membangun pandangan –pandangan Islam diperlukan adanya kemampuan personal. Dalam pandangan tersebut, pengembangan kemampuan personal merupakan kesiapan yang sangat bermanfaat untuk meneliti pemahaman terkait mengenai suatu pendidikan, khususnya mengenai pendidikan Islam (study Islam). Studi Islam yang pada hakekatnya merupakan sebuah pengetahuan yang dirumuskan dari suatu pandangan agama Islam dan dipraktekkan dalam sejarah kehidupan manusia, yang mana pandangan pengetahuan tersebut diambilkan dari sumber-sumber ajaran agama Allah dan rosul-Nya yang murni tanpa ada pengaruh apapun, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, akhlaq, serta membaca al-Qur’an.[1] Upaya dan tenaga sangatlah diperlukan untuk melakukan pengkajian mendalam mengenai studi Islam, yang mana semakin hari semakin banyak permasalah-permasalahan yang kompleks. Butuh adanya jalan tengah yang mampu menyelesaikan permasalahan permasalahan tersebut.[2]
Salah satu jalan tengah dari permasalahan-permasalahan itu adalah melalui pendekatan, terutama pendekatan agama. Akan tetapi pendekatan agama akhir ini mengalami krisis identitas. Dua pernyataan akan memperjelas mengenai krisis ini. Pertama, “dimana pendekatan dalam studi agama dapat ditemukan?”. Kedua, “mengapa semakin banyak tempat pendekatan agama dengan berbagai konteks yang berbeda, semakin menyebabkan adanya krisis identitas?”. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman pendekatan yang jelas dan gamblang mengenai studi Islam, terutama dalam kontekstualnya, yang mencakup pendekatan historis, antropologis, sosiologis, teologis, fenomenologis, filosofis, psikologis serta yuridis. Melihat betapa urgennya pendekatan konteks dalam studi Islam, maka penulis mengambil judul makalah ini “BERBAGAI PENDEKATAN KONTEKS dalam STUDI ISLAM”.
II.                RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu :
a.       Bagaimana pendekatan historis dalam studi Islam?
b.      Bagaimana pendekatan antropologis dalam studi Islam?
c.       Bagaimana pendekatan sosiologis dalam studi Islam?
d.      Bagaimana pendekatan teologis dalam studi Islam?
e.       Bagaimana pendekatan psikologis dalam studi Islam?
f.       Bagaimana pendekatan yuridis dalam studi Islam?
g.      Bagaimana pendekatan fenomenologis dalam studi Islam?
h.      Bagaimana pendekatan filosofis dalam studi Islam?
III.             PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Pemaknaan kata historis, dapat ditinjau melalui segi etimologisnya, kata sejarah, secara etimologis berasal dari bahasa Arab syajarotun yang berarti pohon, sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah berasal dari kata history yang berati cerita atau kisah. Penggunaan kata history sangatlah populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani yaitu istoria yang berarti pengetahuan yang berarti tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science. Oleh karena itu, sejarah dalam presprektif ilmu pengetahuan menjadi terbatas hanya mengenai aktivitas manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu (unik) yang tersusun secara kronologis.
Dalam penggunaan pendekatan sejarah atau historis dalam studi Islam, minimal terdapat dua buah teori yang digunakan, yaitu:
1.      Idealist Approach
2.      Reductionalist Approach
Maksud Idealist Approuch adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan. Sedangkan Reductionalist Approuch adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan. Selain 2 teori diatas, masih terdapat teori yang lain, yang mampu digunakan dalam pendekatan historis studi Islam, yakni teori diakronik, sinkronik dan sistem nilai.
Diakroni adalah penelusuran sejarah dan perkembangan suatu fenomena yang sedang diteliti. Misalnya, sedang meneliti konsep riba menurut Muhammad Abduh, diakroninya adalah harus lebih dahulu membahas kajian-kajian orang sebelumnya yang pernah membahas tentang riba. Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti. Kembali kepada contoh konsep riba pada Muhammad Abduh, maka sosial kehidupan Muhammad Abduh dan sosial kehidupan tokoh-tokoh yang pernah membahas fenomena yang sama perlu adanya pengkajian lebih lanjut. Sedangkan Sistem nilai adalah nilai dan budaya sang tokoh ketika dia hidup.
Penelitian dengan teori diakroni, sinkronik dan sistem nilai adalah penelitian yang menelusuri latar belakang dan perkembangan fenomena yang diteliti dan dikaji secara lengkap yang disertai sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya, maka menjadi wajar jika kalau alat analisis ini lebih dikenal sebagai alat analisis sejarah yang mencakup sosiologi.[3]
Selain penggunaan teori, pada dasarnya pendekatan historis mengacu pada dua konsep terpisah. Pertama, sejarah tersusun  dari serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia. Kedua, sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan, dan dianalisis. Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau dan hendaknya dipahami sebagai suatu aktualitas atau peristiwa itu sendiri. Adapun pemahaman tentang konsep kedua, sejarah menunjukkan maknanya yang subjektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah atau cerita. Subjektifitas didalam proses peng-kisahan itu, antara lain terdapat kesan yang dirasakan oleh sejarawan berdasarkan pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang menyatu dengan gagasan tentang peristiwa sejarah.
Apabila sejarah digunakan sebagai sebuah pendekatan dalam studi Islam, maka aneka ragam peristiwa keagmaan pada masa lampau umatnya akan dapat dibidik. Sebab sejarah sebagai suatu pendekatan dan metodologi akan dapat mengembangkan pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu, dalam hal ini aspek kronologis merupakan ciri khas dalam mengungkap suatu gejala keagamaan itu. Konsekuensi pendekatan sejarah dalam penelitian terhadap gejala-gejala agama haruslah dilihat segi segi diakronisnya. Lebih dari itu, pendekatan sejarah secara kritis bukanlah sebatas dapat melihat peristiwa masa lampau dari segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan, melainkan juga mampu memahami gejala-gejala struktural serta faktor-faktor penyebab peristiwa itu.
Jika pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan gejala-gejala agama dengan menulusuri sumber dimasa silam, maka pendekatan ini mampu disandarkan pada personal historis atau pekembangan umat pemeluknya. Pendekatan semacam ini berusaha untuk menelusuri awal perkembangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sebagai dialog dengan dunia sekitarnya, dan juga mencari pola-pola interaksi antara umat agama dan masyarakat. Berdasarkan pendekatan tersebut sejarawan dapat menyajikan deskripsi detail dan eksplansi tentang sebab akibat atas kejadian tersebut. Pendekatn sejarah pada gilirannya akan membimbing kearah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok keagamaan.[4]
Pendekatan historis ini juga digunakan sebagai upaya untuk menelusuri asal-usul serta pertumbuhan pemikiran dan lembaga keagamaan melalui  periode perkembangan sejarah tertentu, serta untuk memahami pernanan kekuatan yang diperlihatkan oleh agama dalam periode-periode tersebut. Oleh karena itu menurut Hasan Usma, metodologi sejarah adalah suatu periodisasi atau tahapan-tahapan yang ditempuh untuk suatu penelitian sehingga dengan kemampuan yang ada dapat mencapai hakikat sejarah.
Pendekatan sejarah memang sangat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret dan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam dalam pendekatan sejarah. Ketika beliau mempelajari al-Qur’an, beliau sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya, kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian, pertama, berisi konsep-konsep, dan yang kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Dalam bagian pertama, kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, malaikat, akhirat, serta amar ma’ruf nahi munkar. Sementara itu, juga ditunjukkan konsep-konsep yang lebih merujuk pada fenomena konkret dan dapat diamati, misalnya konsep tentang orang fakir, kaum dhuafa, kaum zhalimun, dan  kaum aghniya’.[5]
B.     Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam
Dalam melukiskan garis pemisah yang jelas antara antropologis dan sosiologis, karena keduanya merupakan macam ilmu yang terbagi bukan karena metode yang dipakai oleh para sarjana, melainkan metode yang dipakai oleh tradisi. Bagaimanapun, antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa baca tulis tanpa teknik.
Pendekatan antropologis pada dasarnya memahami agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.[6] Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain, cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi  dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitannya hal ini, menurut Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan bersifat partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan bersifat induktif. Penelitian antropologis yang bersifat induktif yaitu turun langsung kelapangan atau dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori formal yang bersifat abstrak.
Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik, golongan masyarakat kurang mampu dan miskin pada umumnya lebih tertarik pada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat messianic, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Adapun golongan kaya yang lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyrakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan ini menguntungkan pihaknya. Karl Mar (1818-1883) sebagai contoh: melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut teori pertentangan kelas.
Melalui pendekatan antropologis, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hal ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, kita mengubah pandangan keagamaanya. Selanjutnya, melalui pendekatan antropologis, kita dapat melihat agama adalah hubungan dengan mekanisasi pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan. Seperti kasus di Indonesia, karya Clifford Geertz, The Religion of Java dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini. Geertz melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di jawa: santri, priyayi, dan abangan. Sungguhpun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmu sosial yang lain, konstruksi stratifikasi sosial yang dikaemukakannya cukup membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahannya.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis, kita dapat melihat hubungan antara agama dengan negara, state and religion. Topik ini selalu menari dapa dilihat dari fenomena agama, seperti Vatikan dalam bandingannya dengan negara-negara sekuler dikelilingnya di Eropa Barat. Kenyataan di negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi negaranya menyebut suklarisme sebagai prisnsip dasar kenegaraan yang tidap dapat ditawar. Belum lagi, meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan Negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republik, tetapi sama-sama menyatakan Islam sebagai asas tunnggalnya. Belum lagi, jika dibandingkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayotitas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Melalui pendekatan antropologis, dapat ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Signum Frued (1856-1939) pernah mengkaitkan agama dengan oedipus kompleks, yakni pengalaman seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dari seorang bapak. Agama yang dinilai sebgai neorosis, dalam psikonalisisnya, dia mengungkapkan hubungan antara ide, ego, dan superego. Meskipun penelitian Frued berakhir dengan kurang simpati terhadap realita keberagaman manusia, temuannya ini cukup memberi peringatan terhadapa beberpa kasus keberagaman tertentu yang lebih terkait dengan patologi sosial maupun kejiwaannya.
Melalui pendekatan antropologis, sebagaimana dijelaskan di atas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula, agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. Pendekatan antropologis seperti itu, diperlukan, sebab banyak hal yang dibicarakan agama hanya dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam al-Qur’an yang digunakn sebagai sumber agama ajaran Islam misalnya, kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung arafah, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari 300 tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dan dimana kira-kira gua itu, dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan seperti itu, atau hal demikian merupakan kisah fiktif? Tentu masih banyak contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan ahli geografis dan arkeologis.
Dengan demikian, pendeketan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.[7]
C.    Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dengan masyarkat dan meyelidiki ikatan-ikatan manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh, dan cara hidup bersama dalam tiap persekutuan hidup manusia. Menurut Soejono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadapa persoalan penelitian.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan keadaan masyarkat lengkap denga struktur, lapisan serta  berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dan juga mempelajari kehidupan masyarakat dan menyelidiki ikatan ikatan antara manusia yang saling berkaitan serta keyakinan-keyakinan yang mendasar terjadinya proses tersebut.[8]
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami pendekatan. Hal ini dapat mengerti karena banyak kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabilamenggunakan jasa banuan dari ilmu sosiologi. Dalam ajaran agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus di bantu Nabi Harun dan masihbanyak lagi masalah yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Disinilah peran sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami suatu agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak ajaran agama yang berkaitan dengan maslaah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaludin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama, dalam hal ini Islam, terhadap masalah sosial, dengan mengajukan berbagai alasan berikut:
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadist proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan urusan muamalah. Menurut Aytul Khumaini dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip Jalaludin Rahmat yang mengungkapkan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah suatu perbandingan seratus untuk satu ayat ibadah dan seratus muamalah (masalah sosial).
Kedua, ibadah yang mengandung segi masyarakat diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Oleh karena itu shalat yang dilakukan dengan cara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shat sendiri (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Ketiga, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan Ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan mislnya, jalan keluarnya dengan cara membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Bila suami istri bercampur disiang hari di bulan Ramadhan atau ketika istri sedang haid, tebusannya adalah dinyatakan bahwa salah satu orang yang diterima sholatnya ialah orang yang menyantuni orang miskin, anak yatim, janda, dan yang mendapat musibah.
Melalui pendekatan sosilogis, agama dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya, kita jumpai ayat-ayat yang berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila memahaminya dan mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.[9]
D.    Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis merupakan pendekatan memahami ajaran agama secara subjektif dan bertolak dari teks-teks normatif ajaran agama. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik suatu keagamaan, dianggap sebagai hal yang paling benar dibanding dengan yang lain. Selain itu pendekatan ini juga menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim diri sebagai ajaran yang paling benar dan yang lain salah.
Karakter yang ada dalam pendekatan teologis normatif mengacu pada klaim agama tertentu, munculnya sikap loyal terhadap kelompok sendiri, dan biasanya menggunakan bahasa subjektif. Berdasarkan pada karakter ini maka pendekatan teologis normatif lebih tekstual, selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif. Lebih tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang justru akan menyebabkan tidak adanya kerjasama dan kepedulian sosial. Aktualisasi lebih dalam adanya pendekatan ini munculnya aliran dalam Islam, praktik ritualistik mazhab, prototipe pemikiran Islam, dan lain-lain.[10]
  1. Pendekatan Yuridis
Dalam bahasan ini dikupas penggunaan pendekatan yuridis (hukum), termasuk juga sosiologi hukum. Ada beberapa teori yang dapat digunakan dengan kajian pendekatan yuridis atau hukum. Misalnya untuk melihat interaksi pemberlakuan hukum baru terhadap hukum lama muncul teori mayor dan minor.
            Erving Goffman menawarkan teori stigma. Menurut teori ini ada tiga tahapan sikap konsep minoritas (hukum baru) terhadap konsep mayoritas (hukum lama),
1.      Minoritas tunduk sepenuhnya kepada mayoritas
2.      Minoritas menerima secara kritis konsep mayoritas
3.      Konsep minoritas menolak konsep mayoritas dan konsep minoritas menampilkan konsep sendiri yang dianggap ideal.[11]
  1. Pendekatan Psikologi
Pada abad ke-20 muncul pendekatan baru untuk menjelaskan agama dari segi ilmu pengetahuan, yaitu pendekatan psikologi. Pendekatan ini merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman keagamaan. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilakuseseorang yang tampak lahiriah terjadi karena di pengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Sikap seseorang yang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukakan Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa ini, selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini, agama akan menemukan cara yang tepat untuk menanamkannya.[12]
G.    Pendekatan Filosofis
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari segala yang ada Kata filsafat atau falsafah secara harfiah berasal dari bahasa Arab yang berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti cinta kepada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan.  Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik proyek formannya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di baik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merk bolpoin dengan kualitas dan harga berlainan, namun intinya sama, yaitu sebagai alat tulis, ketika di sebut alat tulis, tercakuplah nama dan jenis bolpoin. Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memenuhi ajaran agama, dengan maksud hikmah, hakikat, atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.
Pendekatan Filosofis sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Buku berjudul Hikmah At-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhamad Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran agama misalnya mengajarkan sesseorang agar melaksanakan sholat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmah hidup berdampingan dengan orang lain.
Demikian pula, kita membaca sejarah kehidupan para Nabi terdahulu, maksudnya bukan sekedar  menjadi totonan atau sekedar mengenalnya. akan tetapi, bersamaaan dengan itu perlu adanya kemampuan menangkap makna filosofis yang terkandung di belakang peristiwa tersebut.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis ini, seseorang dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian, ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah, ia tidak akan merasakan kekeringan spiritualnyang dapat menimblkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, makin semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.[13]
Memahami Islam melalui pedekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yaknimengamalkan agama dengan tidak memiliki apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun, bukan pula menafikkan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujun melaksanakan ibadah tersebut.[14]
Melihat suatu masalah dari tinjauan filsafat dan berusaha menjawab dan memecahkan masalah itu secara spekulatif agar hikmah, hakikat/inti masalah dapat dimengerti secara seksama sehingga seseorang tidak terjebak pada formalisme beragama. [15] filsafat sebagai metodologi keilmuan ditadai dengan tiga ciri : (1) pendekatan kajian atau telaah filsafat selalu terarah pada pencarian dan perumusan ide-ide atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) dalam berbagai persoalan; (2) pengalaman dan pendalaman persoalan-persoalan serta isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir yang kritis (critical thought); (3) kajian dan pendekatan filsafat yang demikian, secara otomatis akan membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual ( intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari dogmatis dan fanatisme.[16]
  1.  Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan fenomeologis merupakan salah satu atau kajian daam ajaran Islam yang sedang hangat diperbincangkan. Pendekatan ini dimanfaatkan intuisi atas fenomena atau sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis titik awal dalam mendapatkan fitur dan hakikat dari pengalaman yang terjadi. Lebih lanjut pendekatan ini memungkinkan terjadinya interpetrasi yang luas terhadap pemahaman realitas yang terjadi.
Fokus penekanannya adalah masalah subjektifitas atas penglihatan dan pemahaman realitas yang ada. Pendekata ini banyak digunakan dalam studi kualitatif, khususnya untuk menemukan pengalaman dan makna dari peristiwa yang ada.[17]
Fenomenologi dan sejarah salin melengkapi. Fenomenologi tidak dapat bekerja tanpa etnologi, filologi, dan disiplin-disiplin yang lain. Fenomenologi di sisi lain memberikan kepada disiplin-disiplin historis makna religiusitas yang tak tertangkap oleh disipli-disiplin tersebut. Dengan demikian fenomenologi keagamaan adalah pemahaman keagamaan ( Verstandniss) terhadap sejarah, ia adalah sejarah dalam dimensi keagamaannya. Fenomenologi keagamaan dan sejarah bukanah dua ilmu, melainkan dua aspek yang saling melengkapi dari satu Ilmu Agama yang integral, dan Ilmu Agama yang murni memiliki sifat yang sudah didefinisikan secara mapan sebagai hasil  dari objek kajiannya yang unik.[18]
IV.             PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Pendekatan konteks historis dalam studi Islam yaitu menelaah sejarah dan perkembangan suatu fenomena yang sedang diteliti.
b.      Pendekatan konteks antropologis dalam studi Islam yaitu memahami agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
c.       Pendekatan konteks sosiologis dalam studi Islam yaitu pemahaman yang dilakukan melalui penggambaran keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lain yang berkaitan.
d.      Pendekatan konteks teologis dalam studi Islam merupakan pendekatan memahami ajaran agama secara subjektif dan bertolak dari teks-teks normatif ajaran agama. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik suatu keagamaan, dianggap sebagai hal yang paling benar dibanding dengan yang lain.
e.       Pendekatan konteks yuridis (hukum) dalam studi Islam termasuk juga sosiologi hukum. Ada beberapa teori yang dapat digunakan dengan kajian pendekatan yuridis atau hukum. melihat interaksi pemberlakuan hukum baru terhadap hukum lama muncul teori mayor dan minor.
f.       Pendekatan konteks psikologi dalam studi Islam merupakan usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman keagamaan.
g.      Pendekatan konteks filosofis dalam studi Islam merupakan ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari segala yang ada. Intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik proyek formannya.
h.      Pendekatan konteks fenomenologis dalam studi Islam yaitu pendekatan ini memungkinkan terjadinya interpetrasi yang luas terhadap pemahaman realitas yang terjadi
B.     SARAN
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampaikan. Dalam penyusunan, pemakalah menyadari banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat pemakalah harapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.





[1] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 11.
[2] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 189.
[3] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 223.
[4] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 97-102.
[5] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 90-91.
[6] Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer. (Jakarta: AMZAH, 2006), hlm. 242.
[7] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 82
[8] Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer. (Jakarta: AMZAH, 2006), hlm. 242.
[9] Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 85.
[10] Hasyim Hasanah, Pengantar Studi Islam, (Penerbit Ombak, Yogyakarta: 2013), hlm. 78-79
[11] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (ACAdeMIA + TAZZAFA: Yogyakarta, 2009), hlm. 200
[12] Prof. Dr. Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, ( CV Pustaka Setia, Bandung: 2009), hlm. 93-94
[13] Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag. Dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009), hlm 86-88
[14] Drs. H. Ali Yusuf, M.Si, Studi Agama Islam, ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2003), hlm 55-56
[15] Hasyim Hasanah, M.S.I, Pengntar Studi Islam, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013), hlm 81
[16] Kamarruzzaman Bustaman-Ahmad, Islam Historis, ( Yogyakarta : Galang Press, 2002), hlm 7-8
[17] Hasyim Hasanah, M.S.I, Pengantar Studi Islam, ( Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013), hlm 84
[18] Dr. M. Amin Abdullah, Metodologi Studi Islam, ( Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2000), hlm170





DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer. Jakarta: AMZAH, 2006.
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Ali Yusuf, M.Si, Studi Agama Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2003.
Amin Abdullah, Metodologi Studi Islam, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2000.
Anwar Rosihon, Pengantar Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Hasyim Hasanah, M.S.I, Pengntar Studi Islam, Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013.
Kamarruzzaman Bustaman, Islam Historis,  Yogyakarta : Galang Press, 2002.
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.

Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, ACAdeMIA + TAZZAFA: Yogyakarta,       2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar